Senin, 26 September 2011

Pendekatan Fenomenologi

Postmodernisme pada umumnya ditandai dengan adanya paradigma teorikal, atau framework ideological, dimana strukturnya masih didebat. Paradigma utama yaitu : Phenomenology, Aesthetic of the sublime, Linguistic theory, Marxism, Feminism.
Satu aspek dari interdisipliner ini yaitu kebenaran dari teori arsitektur pada metode filosofi yang dikenal dengan nama phenomenology. Yaitu bahwa ancaman filosofikal ini berdasarkan pada kebiasaan postmodern melalui, tempat, pandangan, dan pembuatan yang kadangkala terlihat berlebihan dan tak dapat dipertanyakan.
Pemilkiran phenomenology arsitektur telah mulai untuk tidak menempatkan formalitas dan bergantung pada landwork. Phenomenology mengkritik logika dari ilmuwan, yang melalui pemikiran positif telah di elevasikan dan tidak diberi nilai, tampil seperti postmodernist yang berpikir lang menjadi modernity dengan hanya sedikit keinginan yang antusias.
Salah satu dari phenomenological yang sangat berpengaruh bagi arsitektur yaitu “Building Dwelling Thinking” dimana Heidegger menuliskan hubungan antara bangunan dan tempat tinggal, manusia, kontruksi dan sparing.
Christian Norberg-Schulz mendebati potensi arsitektur untuk mendukung tempat tinggal :
“tujuan utama dari arsitektur adalah untuk membuat dunia terlihat. Ia membuat hal ini sebagai sebuah benda, dan dunia yang dibawanya kepermukaan terdiri dari apa yang didapatkannya.”

  Memberi perhatian terhadap ‘ruang yang konkrit’ melalui seluruh tempat.
  Aspek tektonik dari arsitektur memainkan sebuah  peran, terutama detail yang konkrit (“jelaskan lingkungan dan buatlah karakter tersebut memanifestasi.”)
  Pusat perhatiannya adalah pada segala hal yang bisa diserap oleh indera (gejala-gejala).

Fenomenologi adalah sebuah studi dalam  bidang filsafat yang mempelajari manusia sebagai sebuah fenomena. Ilmu fenomonologi dalam filsafat biasa dihubungkan dengan ilmu hermeneutik, yaitu ilmu yang mempelajari arti daripada fenomena ini.
Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Johann Heinrich Lambert (1728 - 1777), seorang Filsuf jerman. Dalam bukunya Neues Organon (1764). ditulisnya tentang ilmu yang tak nyata.
Dalam pendekatan sastra, fenomenologi memanfaatkan pengalaman intuitif atas fenomena, sesuatu yang hadir dalam refleksi fenomenologis, sebagai titik awal dan usaha untuk mendapatkan fitur-hakekat dari pengalaman dan hakekat dari apa yang kita alami. G.W.F Hegel dan Edmund Husserl adalah dua tokoh penting dalam pengembangan pendekatan filosofis ini.


Fenomenologi (phenomenology) adalah sebuah cara mendekati realitas yang pertama kali dirumuskan secara sistematis oleh Edmund Husserl.  Cita-cita dasarnya adalah menjadikan fenomenologi sebagai ilmu tentang kesadaran (science of consciousness). Dalam arti ini fenomenologi adalah “sebuah upaya untuk memahami kesadaran sebagaimana dialami dari sudut pandang orang pertama.”Fenomenologi sendiri secara harafiah berarti refleksi atau studi tentang suatu fenomena (phenomena). Fenomena adalah segala sesuatu yang tampak bagi manusia. Fenomenologi terkait dengan pengalaman subyektif (subjective experience) manusia atas sesuatu. Dalam hidup sehari-hari, orang sebenarnya telah melakukan praktek fenomenologi, ketika mereka melakukan proses refleksi, yakni proses bertanya pada dirinya sendiri.
dengan demikian fenomenologi adalah sebuah cara untuk memahami kesadaran yang dialami oleh seseorang atas dunianya melalui sudut pandangnya sendiri. Jelas saja pendekatan ini amat berbeda dengan pendekatan ilmu-ilmu biologis ataupun positivisme.[ Ilmu-ilmu biologis ingin memahami cara kerja kesadaran melalui unsur biologisnya, yakni otak. Dalam arti ini mereka menggunakan sudut pandang orang ketiga, yakni sudut pandang pengamat. Kesadaran bukanlah fenomena mental, melainkan semata fenomena biologis. Sebaliknya fenomenologi menggunakan pendekatan yang berbeda, yakni dengan “melihat pengalaman manusia sebagaimana ia mengalaminya, yakni dari sudut pandang orang pertama.”

  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar